the fantastic four

the fantastic four
"cogito ergo sum"

Senin, 06 Desember 2010

Yahwist dan Elohis

TRADISI YAHWIST DAN ELOHIST

Pengantar

Tradisi Yahwist dan Elohist merupakan dua dari empat sumber utama Torah. Keduanya memiliki latar belakang yang berbeda namun saling melengkapi satu sama lain dalam kerangka penyusunan Torah. Keduanya juga sangat penting dan berpengaruh terhadap tradisi yang lain. Maka, menjadi perlulah untuk mengetahui sedikit tentang kedua tradisi tersebut. Selanjutnya, akan dipaparkan satu per satu hal-hal seputar kedua tradisi itu beserta karakteristik keduanya.

Yahwist

Tradisi Yahwist merupakan sumber yang paling tua. Narasinya mencakup lebih dari setengah bagian dari kitab Kejadian, setengah bagian pertama kitab Keluaran, dan beberapa fragmen dalam kitab Bilangan. Yahwist ditulis oleh seorang sejarawan dan teolog[1] pada masa keemasan bangsa Israel yang pada waktu itu berada dibawah pemerintahan Raja Salomo (971-921). Diperkirakan tradisi Yahwist ditulis sekitar tahun 950 SM. [2] Baru-baru ini diduga bahwa ada bagian kecilnya yang tertanggal pada saat Daud menjadi raja atas Yuda di Hebron (2 Sam 1-4). Tradisi ini merupakan perwujudan dari permenungan orang beriman yang mendalam berkaitan dengan tradisi iman mereka.

Naskah ini disebut Yahwist karena mengunakan kata Yahwe (YHWH) untuk menyebut Tuhan.[3] Kata Yahwe biasanya diartikan “Adalah Dia”, atau sebagai kata pertama dari nama yahwer-ser-yihweh yang berarti “Dia yang menciptakan segala yang diciptakan.” Pengertian semacam ini mengandung konsekuensi bahwa tradisi Yahwist percaya bahwa hanya Tuhanlah Maha Pencipta, pencipta segala sesuatu termasuk diriNya sendiri. Di samping itu tradisi ini juga sangat monoteistik, yaitu percaya bahwa Tuhan hanyalah Yahwe dan tidak ada tuhan yang lain.

Seputar Penulisan Yahwist

Penulisan tradisi Yahwist tidak sepenuhnya bertujuan sebagai sebuah penulisan sejarah. Ada banyak indikasi bahwa perhatian para redaktur diarahkan pada kerajaan Daud dan Salomo, yang mereka anggap sebagai kesimpulan logis masa lalu mereka dan penggenapan nubuat kuno. Dalam Kej 12: 2 ditemukan ayat “Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat,” yang juga muncul kembali dalam 2 Sam 7: 9b. Pada bagian yang pertama disebutkan kata goy yang merujuk pada artian kata bangsa dalam ranah politik yang mengarah pada kerajaan Daud dan Salomo. Salah satu pengaruhnya adalah ditempatkannya Abraham sebagai figur leluhur yang ideal oleh Daud dan seisi rumahnya. Pada akhirnya didapatlah bahwa semuanya itu bertujuan untuk membuktikan legitimasi theologis kerajaan dan kediaman Daud di selatan. Sederhananya, untuk menyatakan bahwa kerajaan Daud benar-benar selaras dengan kehendak ilahi.

Karakteristik Yahwist

Pemaparan mengenai sifat-sifat dasar/karakteristik tradisi Yahwist secara sederhana dapat membantu untuk mengidentifikasi dalam kerangka perbandingannya dengan tradisi lainnya, khususnya Elohist. Tradisi Yahwist sangat menonjol dengan gaya penulisannya yang indah, elegan, tajam, hidup, kaya emosi, dan dramatis, misalnya dalam Kej 13: 1-18.

Yahwist memiliki semacam jenis teologi historis yang melihat karya Tuhan dalam lingkup sejarah duniawi, artinya Tuhanlah satu-satunya daya pengerak, misalnya dalam kisah air bah (Kej 6-8). [4] Selain itu, tradisi Yahwist bersifat anthropomorfisme, yaitu menampilkan Tuhan dalam gambaran yang sangat sederhana, Tuhan tidak digambarkan jauh dari manusia. Tuhan menurut Yahwist memiliki ciri-ciri yang cukup manusiawi, dapat menyesali perbuatannya, dan keputusannya dapat dicegah. Dalam banyak hal Tuhan seringkali muncul untuk memulai bencana bagi manusia yang sudah terbukti tidak setia padaNya. Contoh yang paling jelas adalah dalam kisah mengenai Sodom dan Gomora. Awalnya Tuhan sudah berniat untuk menghancurkan kedua kota tersebut, tetapi perlahan-lahan amarahnya diluluhkan oleh Abraham. Contoh lain dapat ditemukan pada saat bangsa Israel berada di padang gurun sesudah keluar dari Mesir. Tuhan berniat membinasakan mereka karena mereka telah gagal mematuhi perintahNya, salah satunya adalah dengan membuat anak lembu emas. Namun, Musa berhasil melunakkan hati Tuhan sehingga Tuhan menyesal karena malapetaka yang telah direncanakannya (Kel 32: 14).

Para ahli sepakat bahwa tradisi Yahwist memiliki konsentrasi pada kerajaan selatan (Yuda). Selain bentuk simpati yang nyata atas persoalan Daud hal ini juga dikarenakan oleh para bapa bangsa yang membangun kediaman mereka di selatan, yaitu di mana tempat kudus mereka ditemukan, dan mengarahkan perhatian mereka ke utara hanya sebagai daerah perang yang tak terelakkan. Kerajaan Yuda menjadi penting sesaat setelah keruntuhan kerajaan utara. Tradisi Yahwist sangat dominan dalam memuat cerita-cerita mengenai kerajaan tersebut. Sebagai contoh: kisah mengenai Esau, leluhur Edom, baik itu kemarahannya atas Yakub (Kej 27: 41), rekonsiliasinya (Kej 33: 4), serta daftar raja-raja Edom (Kej 36: 31-43). Di samping itu, Yahwist juga mengisahkan hal-hal yang tidak selalu menyenangkan bagi kerajaan selatan, karena dikisahkan bahwa anak-anak Yuda yang dalam beberapa hal tercela. Misalnya, Er (Kej 38: 7), Onan (Kej 38: 10), dan Yusuf yang menjadi korban perkosaan istri Potifar (Kej 39: 1-23). [5]

Seperti yang telah disebutkan di atas, materi-materi itu disatukan dalam suatu pola kronologis keturunan Abraham, Ishak, Yakub, dan Yusuf. Kemudian dengan diletakkannya kisah penciptaan di awal, maka pola ini menjadi lebih lengkap. Kisah penciptaan diikuti dengan putusnya relasi antara Tuhan dan manusia oleh karena dosa. Hubungan antar manusia pun diwarnai dengan ketidakharmonisan, misalnya dalam kisah Kain dan Habel (Kej 4: 1-16). Kejahatan manusia terus berlanjut hingga Tuhan memutuskan untuk memusnahkan mereka dengan air bah dan hanya menyisakan satu suku saja. Meskipun demikian, keberadaan manusia-manusia pasca air bah juga tidak lebih baik, seperti tampak pada kisah menara Babel (Kej 11: 1-9). Tuhan pun memberi kesempatan kepada manusia dengan mengangkat Abraham sebagai pembangun umat Tuhan yang baru (Kej 15 dan 17), dan seterusnya. Kisah-kisah tersebut, meskipun berbeda, tetap mengarahkan pada suatu pola yang jelas relasi Tuhan dan manusia.

Elohist (E)

Nama Elohist ini berasal dari term yang digunakan untuk penyebutan Tuhan dengan Elohim. Dalam bahasa Ibrani, Elohim berarti “tuhan-tuhan”, bentuk jamak. Bentuk tunggalnya El dapat ditemukan dalam Kitab Ayub, berasal dari akar kata yang berarti “tuhan”. Tuhan dalam huruf kecil berarti dewa atau makhluk supranatural lainnya. Selain itu Elohim dipakai untuk menyebut Tuhan bangsa Israel. Penggunaan bentuk jamak Elohim untuk menyebut Tuhan yang Esa bangsa Israel, biasa digunakan untuk merefleksikan keagunganNya yang jamak. Elohist merujuk pada koleksi tradisi lisan yang menjadi sumber penulisan Kitab Yahudi, dalam cerita-cerita jaman sebelum dan semasa Musa.

Siapa itu Elohist?

Elohist adalah teolog dan sejarawan kedua setelah Yahwist yang merenungkan sejarah-sejarah awal Israel. Ia berasal dari Kerajaan Utara, Israel, sehingga Elohist pertama-tama berhubungan dengan cerita yang timbul atau beredar di bagian Utara. Salah satu contohnya adalah penggunaan kata “Horeb” untuk menyebut gunung yang suci dan “Amorites” untuk penduduk asli Kanaan.[6] Jika ditelisik, sebenarnya Elohist itu hanyalah merupakan gambaran dari para ahli berdasarkan penelitian yang akurat. Hal ini erat kaitannya dengan penyebutan Tuhan sebagai Elohim (=Allah). Dalam cerita-cerita sebelum pernyataan diri Allah pada Musa di gunung Horeb, tradisi ini selalu menyebut Tuhan dengan Elohim. Oleh karena itu, ia diberi nama Elohist. Penggunaan nama Elohist bukan untuk membandingkan atau membedakan dua tahap pernyataan diri Allah. Karena sesudah pernyataan di gunung Horeb masih menggunakan sebutan Elohim.

Waktu dan Tempat Penulisan

Para ahli mengalami kesulitan dalam membuat konfrontasi yang tepat ketika mempelajari Elohist. Kesulitan ini muncul karena hanya ada sedikit fragmen dari sumber asli yang didapatkan. Beberapa ahli menolak keberadaan Elohist dengan anggapan bahwa bahan-bahan yang dipakai hanya sekedar sebagai pelengkap untuk Yahwist. Meski demikian, berdasarkan hipotesis dokumentasi, Elohist diterima sebagai sumber yang otonom.

Sejak akhir abad ke-19, Elohist telah menjadi bahan perdebatan. Munculnya perdebatan itu dikarenakan adanya anggapan bahwa Elohist disusun di Efraim sekitar tahun 850 sM, dikombinasikan dalam Yahwist dalam bentuk Jehovis (JE) sekitar tahun 750 sM, dan akhirnya dimasukan ke dalam Torah sekitar tahun 400 sM.[7]

Tema Pokok Elohist

Elohist kemungkinan hidup sejaman dengan para nabi (Elisa, Elia, Amos atau Hosea). Anggapan ini muncul karena gaya bahasa Elohist lebih besifat kenabian. Tradisi Elohist terutama berisi sejarah sakral, panggilan untuk Israel, kepergian dari Mesir, pengembaraan di padang gurun dan tanah perjanjian seperti dalam Kitab Kejadian, Keluaran, Bilangan. Dalam tradisi ini Musa disebut sebagai nabi besar dan pencipta hukum. Tradisi Elohist menekankan kepatuhan iman dan kepatuhan pada hukum yang disebut “takut akan Tuhan”.[8] Di sini Tuhan berbicara melalui perantaraan para nabi. Oleh karena itu Israel harus mendengarkan para nabi agar sampai pada pengenalan akan Allah yang benar.

Karakteristik Elohist

Dalam tulisan-tulisan Elohist kekhasan yang sangat menonjol adalah penyebutan Tuhan sebagai Elohim. Karakter lain yang terdapat dalam Elohist antara lain: penggambaran tentang relasi Allah-manusia. Allah dalam komunikasinya dengan manusia tidak pernah berbicara langsung, tetapi melalui perantaraan (malaikat , mimpi , penglihatan ). Elohist kaya akan kisah-kisah naratif tentang orang-orang Kanaan dan pemujaan-pemujaan yang mereka lakukan (Kel 32, Yos 24:24). Elohist juga lebih menekankan persoalan moral, yaitu dengan menampilkan pengungkapan dosa secara lebih halus. Misalnya dalam Kej 12 dikatakan kesalahan Abram yang menyuruh Sara, istrinya, mengaku sebagai adiknya dihadapan orang Mesir agar dia selamat. Elohist mencoba menunjukkan bahwa tidak ada kesalahan yang tidak dapat diperbaiki dan bahwa kebohongan Abram bukanlah sungguh-sungguh sebuah kebohongan. Sesungguhnya Sarah adalah saudara tirinya yang diambil sebagai istri (Kej 20:12). Selain itu Elohist juga menekankan diskusi teologis (Kej 20:4, 31:5). Elohist juga menampilkan unsur-unsur psikologis (Kej 22). Karakter lain yang ia tampilkan adalah soal penghormatan kepada nabi-nabi besar, termasuk mereka yang sebenarnya tidak termasuk dari kalangan nabi (Abraham <> dan Musa

    ).

    Perbandingan Yahwist dan Elohist

    Yahwist

    Elohist

    1. Penyebutan nama Tuhan menggunakan Yahwe (TUHAN), Tuhan digambarkan sebagai yang berpribadi, berkonsep anthropomorfisme

    2. Tidak membahas soal diskusi sejarah dan politik

    3. Tidak memiliki kesulitan dalam menjelaskan relasi langsung Allah-manusia.

    4. Kadang-kadang saja menampilkan peristiwa-peristiwa ajaib

    5. Tidak tertarik tentang orang-orang Kanaan dan segala pemujaan yang mereka lakukan.

    6. Mempermasalahkan kesalahan-kesalahan

    7. Bagian yang paling mudah dikenali terdapat dalam Kisah Penciptaan, Kitab Kejadian Pasal 2 dan 3.

    8. Ciri tulisan yang bergaya jelas dan indah, pandangan positif terhadap masyarakat agraris, pemerintahan dan sistem raja.

    9. Konsentrasi pada negara selatan (Yuda)

    10. Kitab-kitab:
    Sebagian Torah (dari tradisi Yahwis [J], yaitu Kej; Kel; dan Bil). Bagian yang paling mudah dikenali terdapat dalam Kisah Penciptaan, Kitab Kejadian Pasal 2 dan 3.

    1. Penyebutan nama Tuhan menggunakan Elohim (=Allah) dan Allah merupakan yang supranatural, transenden dan agung

    2. Lebih menyatakan diskusi teologis dan unsur-unsur psikologis

    3. Allah berelasi dengan manusia melalui perantara (malaikat, mimpi, penglihatan)

    4. Kaya akan narasi dan tentang macam-macam pemujaan kepada Allah Israel.

    5. Tertarik pada orang-orang Kanaan dan segala jenis pemujaan.

    6. Menaruh perhatian pada permasalahan moral, dengan mengungkapkan dosa-dosa secara lebih halus.

    7. Tidak mengisahkan sejarah awali, sedikit mengisahkan tentang Abraham,

    8. Menaruh perhatian yang besar pada nabi-nabi besar

    9. Konsentrasi pada negara utara (Israel)

    10. Kitab-kitab:
    Sebagian Torah (dari tradisi Elohis [E], yaitu Kej; Kel; dan Bil); Amos; Hosea

    Penutup

    Tradisi Yahwist dan Elohist tampil dengan kekhasannya masing-masing. Kentalnya perbedaan dari kedua tradisi ini cukup menarik bila ditilik dari sudut pandang relasi yang saling melengkapi dan memperkaya satu sama lain. Kerap kali perbedaan mengandaikan suatu keterpecahan, ketidaksalingtergantungan, dan suatu relasi yang mustahil. Namun perbedaan yang kita temukan dalam kedua tradisi yang telah diulas di atas ternyata sarat dengan relasi yang saling memperkaya. Demikian kedua tradisi ini menjadi sumber yang cukup penting dalam penyusunan Torah.



    [1] Paskalis Edwin, Diktat Pengantar Kitab Suci Perjanjian Lama, STFT Widya Sasana, Malang: 2006

    [2] Heri Muliono, Para Penulis Kitab Perjanjian Lama, http://artikel.sabda.org/para_penulis_kitab_perjanjian_lama, diakses pada tanggal 4 November 2007 pukul 10:10.

    [3] Dalam Aklitab bahasa Inggris kata Yahwe diterjemahkan sebagai LORD, sedangkan dalam Alkitab bahasa Indonesia sebagai TUHAN (keduanya ditulis dalam huruf besar semua).

    [4] J Alberto Soggin, Introduction to the Old Testament, SCM Press, London: 1993

    [5] Wikipedia the free encyclopedia, http://en.wikipedia.org/wiki/Jahwist diakses pada tanggal 4 November 2007 pukul 11:18

    [6] Heri Mulyono, Para Penulis Kitab Perjanjian Lama, http://artikel.sabda.org/para penulis kitab perjanjian lama, diakses pada tanggal 4 Nopember 2007, pukul 10:10

    [7] Wikipedia, the free encyclopedia, Elohist, http://en.wikipedia.org/wiki/Elohist, diakses pada tanggal 4 Nopember 2007 pukul 11:18

    [8] Heri Mulyono, Para Penulis Kitab Perjanjian Lama, http://artikel.sabda.org/para penulis kitab perjanjian lama, diakses pada tanggal 4 Nopember 2007, pukul 10:10

Tidak ada komentar: