the fantastic four

the fantastic four
"cogito ergo sum"

Jumat, 27 Februari 2009

Modernisasi: Sebuah Tawaran untuk Bersikap
(Menanggapi Perkembangan Teknologi yang Dilematis)


Emmanuel Ditia Prabowo

Latar belakang
Manusia dewasa ini sepertinya baru menghadapi ancaman dari pihak yang menjadi buah karyanya sendiri. Keterancaman itu melingkupi hingga ke berbagai arah dan berbagai tingkat intensitas. Sebenarnya bila ditilik lebih dalam, permasalahannya adalah munculnya sebuah kebudayaan baru, yang tidak seiring dengan perkembangan moralitas dan nilai-nilai kodrati manusia. Suatu kebudayaan pada dasarnya muncul dari sikap manusia yang bertujuan untuk menata serta meningkatkan kehidupannya menjadi lebih baik. Namun, bila dalam pencapaian tujuan itu disikapi dengan kurang bijak, hal ini dapat membawa sebuah dampak yang negatif bagi kehidupan manusia. Salah satu bahaya yang paling mendasar yaitu, karena terlampau mengandalkan penemuan-penemuan jaman sekarang, manusia cenderung merasa sudah dapat memenuhi kebutuhannya sendiri. Dari sini, manusia bisa saja kehilangan kerinduan akan nilai-nilai yang luhur. Merupakan suatu keadaan yang menyedihkan, ketika menyaksikan nilai-nilai rohani diabaikan, bahkan mungkin diingkari oleh manusia yang telah merasa maju keberadaannya berkat tingginya tingkat kehidupan, seperti perekonomian, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Hal yang sebenarnya diperjuangkan ketika sebuah kebudayaan baru muncul (sebagai hasil dari pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi) adalah pengembangan serta kemajuan pribadi manusia. Yang terjadi saat ini adalah budaya modern ini sepertinya hanya menjadi alat untuk melipatgandakan hal-hal atau barang-barang yang bersifat konsumtif saja. Hal ini telah menimbulkan suatu kebudayaan baru yang bersifat materialistis. Bahayanya, peradaban seperti ini akan menjerumuskan manusia itu sendiri (sang pencipta kebudayaan), menjadi budak dari hasil karyanya sendiri. Hal ini juga akan berdampak pada hubungan antar manusia itu sendiri. Pola konsumerisme ini pada ahkirnya akan menimbulkan sebuah jurang pemisah yang bernama ketidakadilan sosial. Inilah yang mengakibatkan timbulnya permasalahan yang tak kunjung henti. Pengelolaan hasil kebudayaan yang tidak sesuai akan memperlebar jurang ini. Persoalannya, sadarkah kita akan keadaan semacam ini ? Lebih-lebih kita sebagai umat Kristiani, bagaimana kita menanggapi fenomena-fenomena jaman yang serba tidak karuan ini? Inilah yang akan menjadi pembahasan dalam tulisan ini.

Tanggapan atas arus zaman
Berhadapan dengan budaya modern saat ini, terlebih dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sepertinya kita berada dalam sebuah dilema. Teknologi, seperti yang kita lihat sekarang ini, tampak telah menggeser kebudayaan tradisional, termasuk nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Namun di lain pihak, kita tidak dapat hidup tanpa teknologi. Teknologi, bagaimana pun bentuknya, tidak dapat ditolak dengan mudah begitu saja. Sebuah kebudayaan baru pun muncul berdasarkan teknologi ini, dan sepertinya hal ini telah memenangi kehidupan di dalam masyarakat kita. Yang patut menjadi pertanyaan untuk direnungkan adalah bukan terletak pada apakah kita mau untuk menggunakan teknologi tersebut, melainkan bagaimana seharusnya kita menggunakannya sesuai dengan intensinya.
Salah satu masalah modernitas terletak pada pemahamannya yang terlalu dangkal. Modernitas, bila dilihat dari luar, sepertinya telah menyentuh masyarakat kita dengan simbol atau perlambangan yang dangkal. Dewasa ini semakin banyak dan mudah kita menemukan supermarket, mall, iklan-iklan di televisi, serta mode-mode atau gaya hidup yang trendi. Sebernarnya di dalam itu semua terkandung pesan yang membuat manusia menjadi sadar akan kemanusiaannya. Namun, pesan yang terkandung di dalamnya, bila tidak dikaji betul-betul bisa menggerogoti nilai-nilai budaya yang ada. Banyak pula pendapat-pendapat masyarakat yang menggambarkan bagaimana pesan itu kurang dimengerti sebagai bagian dari budaya itu sendiri, seperti: orang itu modern bila trendy, berpakaian dan berbicara modern, menuruti mode yang ada (dari iklan-iklan). Inilah salah satu budaya konsumerisme yang ada di masyarakat kita dewasa ini. sepertinya, orang itu baru bisa menjadi orang ketika berpegang pada produksi modern, daripada ia bekerja dengan jujur, ulet dan kompeten, serta bertanggung jawab. Bila dilihat, ancaman konsumerisme ini adalah mengukur tingkat kemanusiaan dari tingkat konsumsi yang ditawarkan oleh iklan.
Ilmu pengetahuan dan teknologi pada ahkirnya juga akan berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan ekonomi. Ketiga hal ini, ilmu pengetahuan, teknologi dan ekonomi, adalah nilai- nilai dominan yang mempengaruhi perubahan masyarakat dalam kebudayaan modern. Pergeseran budaya yang terjadi, bila dilihat dari segi penguasaannya, tampak lebih menguntungkan golongan kaya. Pada pihak lain, sebagian besar masyarakat sepertinya “tidak mempercayai” sikap solidaritas dari golongan orang kaya. Hal ini diakibatkan karena adanya gejala sosial, dimana golongan kaya cenderung membangun sebuah “kawasan elit” dengan model yang sangat indah, dan cenderung menjauh dari lingkungan yang kumuh. Sedangkan dalam golongan orang-orang pinggiran, nampak pembangunan sebuah perkampungan yang sangat tradisional, sederhana, bahkan terkadang dianggap sebagai yang membuat kumuh, sehingga sering terdengar soal penggusuran.
Maka dapat dilihat juga bahwa dewasa ini telah terbentuk suatu kelompok sosial budaya yang didasarkan atas pengusaan teknologi serta ekonomi. Sehingga sering muncul pernyataan: siapa yang menguasai teknologi, dia akan menguasai dunia. Kemungkinan dan sarana baru yang sekarang ada dalam tangan manusia kerap kali disalah gunakan untuk memeras dan menaklukkan sesama manusia, terlebih terhadap golongan atau bangsa yang lemah. Dengan kata lain, tuntutan serta tantangan utama dewasa ini adalah mengenai penegakan keadilan. Ketidak adilan erat hubungannya dengan ketergantungan. Orang atau kelompok yang menderita ketidak adilan, dalam hal ini berarti tidak memperoleh apa yang menjadi haknya, karena ia tergantung kepada orang atau kelompok lain. Adanya sebuah ketergantungan terhadap kekuatan pihak lain, berarti ia tidak dapat memperjuangkan keadilan.
Relita kehidupan saat ini memang menunjukkan keadaan seperti itu. Di satu pihak orang mengejar-ngejar kemakmuran material, dan menenggelamkan mereka ke dalam pola hidup konsumtif sekaligus materialistis. Namun di pihak lain, dapat kita saksikan bersama bahwa ada sebuah perjuangan keras mencari makna serta kebutuhan batiniah. Bagaimana mungkin bisa bahagia dan damai, bila untuk makan saja susah. Tampak pula dampak-dampak negatif lainnya yang muncul akibat hal ini, seperti: buta huruf, keterbatasan untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Selain itu ada pula suatu kelompok masyarakat yang kekurangan tempat tinggal yang layak, dan sebagian besar disebabkan oleh gejala urbanisasi yang meningkat.
Nampaknya, kebudayaan modern saat ini menjadi sebuah momok yang begitu menakutkan (bagi yang tidak siap menghadapinya). Namun bila hal ini disadari dan disikapi secara lebih bijak, banyak pula hal-hal positif yang dapat kita rasakan sebagai tujuan dari kebudayaan itu sendiri. Nilai-nilai itu adalah adanya penghormatan pada kehidupan, serta peduli akan perdamaian. Ada pula kesadaran akan batas-batas sumber daya alam yang tersedia serta penggunaannya. Selain itu, tumbuh suatu keprihatinan terhadap lingkungan tempat mereka hidup. Dengan kata lain hal-hal positif di sini dapat dikatakan bahwa dengan suatu kebudayaan, manusia dapat melihat keutuhan alam beserta isinya. Manusia itu sendiri sebenarnya juga berhak untuk mendapat informasi yang benar mengenai peristiwa di sekelilingnya. Selain itu, manusia juga berhak untuk menikmati kekayaan budaya sebagai hasil ciptanya. Oleh karena itu, manusia berhak pula memperoleh pendidikan dasar serta teknis yang memadai, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perlu diupayakan pula agar setiap manusia dapat meraih tingkat kehidupan yang tinggi pula.

Di mana posisi Gereja?
Lebih dari itu semua, sebuah kegiatan manusia berlangsung dalam lingkup kebudayaan, dan keduanya saling mempengaruhi. Manusia sebagai pencipta kebudayaan, harus terlibat penuh atasnya, tidak hanya berpangku tangan saja. Bagaimana peran manusia terhadap sumbangan dirinya dalam kebudayaan baru itu, sangat berpengaruh terhadap apa yang akan terjadi dalam kehidupannya. Lalu apa yang patut dilakukan manusia? Salah satu cara yang paling mendukung adalah dengan mengerahkan segala cipta dan karsa, kecerdasan, dan pengetahuannya tentang dunia dan manusia. Inilah yang membedakan manusia dengan mahkluk ciptaan lain, yaitu memiliki kemampuan untuk membentuk, mengembangkan serta mempertahankan apa yang telah diterima dari Sang Pencipta.
Inilah yang merupakan dasar dari sumbangan Gereja bagi kebudayaan dan kemanusiaan. Sebagai bagian dari dunia ini, Gereja tidak terlepas dari ancaman-ancaman semacam ini. Dalam keadaan seperti ini, Gereja juga tidak bisa hanya tinggal diam. Di tengah arus jaman yang begitu kuat ini, Gereja hendaknya dapat menjadi bahtera bagi umat manusia untuk senantiasa berada pada jalur yang tepat. Dalam arti ini, Gereja berhak menyerukan nilai-nilai perbaikan diri dunia. Gereja dapat berperan dalam mewartakan kebenaran tentang penciptaan dunia, yang oleh Allah telah dipercayakan ke dalam tangan manusia.
Suatu kebudayaan, yang lahir dari pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, perlu dipadukan dengan kebudayaan yang bertumpu pada tradisi. Hal ini dimaksudkan agar dapat mengembangkan pribadi manusia seutuhnya secara seimbang, serta membantunya dalam tugas-tugas, yang pelaksanaannya merupakan panggilan semua orang, terutama umat Kristen, yang berada dan bersatu sebagai saudara dalam kesatuan keluarga manusia (GS 56).
Gereja dan umat manusia itu mengalami situasi dunia yang sama (GS 40). Sejarah, ilmu pengetahuan, teknologi dan kebudayaan baru ini memajukan hakikat yang benar pula tentang pribadi manusia. Itu berarti Gereja membantu dunia, dan sebaliknya, menerima banyak pula dari dunia.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas, Gereja telah menekankan bahwa setiap umat beriman hendaknya terpanggil untuk memajukan berbagai aspek-aspek duniawi serta lingkungan mereka. Setiap umat beriman harus berjuang sekuat tenaga agar aspek-aspek itu tidak menjadi bumerang yang akan memperkosa martabat manusia itu sendiri. Yang perlu dilihat adalah pewartaan kebudayaan dan berbagai kebudayaan dalam arti yang lebih luas. Banyak definisi mengenai kebudayaan, namun hal itu tidak perlu dipersoalkan. Kita perlu memperhatikan bahwa kebudayaan itu sendiri sebagai suatu hasil dari ungkapan terdalam manusia, yang kreatif dan dinamis. Maka dalam pewartaannya, harus pula melihat konteks jaman yang sedang berlangsung. Jangan sampai pewartaan itu malah ikut menggeser nilai-nilai yang sudah tertanam. Di dalam nota pastoral Gaudium et Spes, selalu ditekankan bahwa sumber kebudayaan serta bentuk pewartaannya adalah selalu berdasar pada pribadi manusia, yang pada ahkirnya kembali pada hubungan antar manusia, serta hubungannya dengan Allah.
Dalam Ensiklik Redemptor Hominis antara lain juga menyinggung bahwa terdapat penyalahgunaan kebebasan demi suatu kelompok yang berkaitan dengan sikap konsumtif yang tidak dikendalikan oleh etika. Penyalahgunaan kebebasan ini telah membatasi kebebasan sebagian masyarakat lainnya, sehingga mereka harus mengalami kondisi kenestapaan dan kemiskinan yang buruk. Timbulah sebuah drama besar yang tidak dapat dibiarkan begitu saja. Pihak yang satu mencoba menimbun keuntungan yang besar, sementara pihak yang lain harus membayarnya dengan luka kemanusiaan (RH 16). Dalam ensikliknya yang lain ( Laborem Exercens), Paus Yohanes Paulus II menyinggung suatu persoalan yang disebut sebagai ekonomisme dan materialisme. Dalam konteks tulisan ini, penulis melihat bahwa kerja manusia hanya dipandang, semata-mata hanya dari sudut ekonomisnya saja. Ini merupakan cara berpikir yang sangat sempit, dan dapat pula menyesatkan pula sikap materialistis. Dapat dilihat bahwa ekonomisme ini sangat mendewakan dan bertumpu pada materi. Masalahnya sekarang adalah bahwa kerja manusia itu tidak cukup hanya dinilai secara materi dan ekonomi. Perbaikan kondisi kehidupan sosial ini, seharusnya juga mengandung arti perubahan dalam seluruh segi kehidupan manusia.

Sebuah permenungan
Manusia dalam pandangan Gereja merupakan ciptan Allah serta secitra dengan Allah sendiri. Dengan kata lain, dapat dimengerti bahwa manusia memiliki hak untuk menguasai semesta alam dan segala isinya. Dalam hal ini manusia berkewajiban untuk menguasai dan mengelolanya dalam rangka meluhurkan Allah itu sendiri. Inilah yang sekiranya perlu mejadi bahan permenungan, agar kita dapat mewartakan keluhuran Allah ditengah jaman ini. perlu disadari juga bahwa antara pewartaan kabar gembira dan penegakan keadilan terdapat suatu hubungan erat dan mendalam yang bersifat timbal balik, yang tidak boleh dipisahkan satu dengan yang lainnya. Kabar gembira harus dinyatakan dalam perjuanagan demi keadilan, sebaliknya perjuangan itu membutuhkan terang iman. Hal ini bukannya sesuatu yang tanpa dasar. Dalam seluruh Injil pun diungkapkan dengan jelas bahwa iman sejati tidak semata-mata merupakan suatu sikap dasar atau kepercayaan batin, tetapi harus menjadi nyata dalam semua tindakan dan seluruh kehidupan.
Memang benar bahwa di zaman ini, materialisme serta konsumerisme ditawarkan dalam kemasan yang memikat, cantik, dengan meyakinkan konsumen akan manfaat serta keuntungan-keuntungannya. Dapat dikatakan bahwa hal ini sering terjadi pertimbangan sepihak bagi konsumen untuk menerima tawaran-tawaran tersebut. Hal semacam inilah yang terkadang membuat pewartaan itu sendiri menjadi kabur. Sebagai umat beriman, kita harus bijaksana dalam mempertimbangkan untuk menerima atau menolak tawaran itu. Salah satu segi yang harus dimasukkan dalam pertimbangan itu adalah tujuan hidup umat beriman, sehingga keputusan yang diambil tidak merusak nilai-nilai kehidupan itu sendiri. Untuk mengambil keputusan yang bijaksana, kita sebagai umat beriman, terlebih yang mengimani Kristus, harus berani bersikap radikal terhadap diri sendiri dan berani menanggung resiko-resikonya. Kita dapat bertanya pada diri sendiri: aku mau apa, apa yang aku cari, dan apa aku konsekuen dengan pilihan-pilihanku. Dari sini akan muncul pertimbangan-pertimbangan diri yang mungkin akan menjerumuskan kita atau bahkan memampukan kita untuk menyikapi secara bijak. Apabila pertimbangan-pertimbangan yang dilakukan menunjukkan bahwa materi itu (budaya modern) memang perlu dan berguna, tepat bagi pelayanan, maka tak perlu ragu untuk mengatakan “ya”. Inilah sebuah sikap dari sebuah iman yang dewasa. Dalam hal ini, bila dikaitkan dengan mengikuti Yesus, kita berarti harus berusaha terus menerus untuk membuat sebuah discerment, antara yang benar dan yang palsu, tanpa menyerah, karena takut salah.
Ahkirnya, sebuah budaya yang baru itu bukan semata-mata hanya dipandang dari satu sisi saja, melainkan dari banyak sisi. Namun, yang menjadi dasar untuk menyikapinya adalah, semua harus dikembalikan sebagai sebuah upaya untuk mengembangkan umat manusia serta demi meluhurkan Allah sendiri.

Doa

Doa berawal dari hati yang mencari,
Dengarkanlah gejolaknya
Doa adalah kerinduan yang sebenarnya terhadap rumah kita, ikutilah bimbingannya
Doa itu seperti kebun,
Peliharalah… maka doa akan berbuah
Buatlah doa Anda pendek,
Cinta membutuhkan sedikit kata-kata
Berdoalah di mana saja,
Tuhan ada di mana-mana
Bila doa Anda menjadi kering dan rutin, teruskan saja,
Tanah yang kering kerontang menyambut datangnya hujan
Bawalah kemarahan Anda dalam doa,
Logam yang panas bisa dibentuk
Bila Anda berdosa dan terus jatuh,
Berdoalah, Tuhan tetap mencintai Anda
Berdoalah bila Anda cemas,
Doa membuat segala sesuatu bisa dipikirkan
dan dipertimbangkan dengan sehat
Bila karena suatu hal Anda tidak bisa berdoa, bersantailah
Keinginan untuk berdoa itu sudah merupakan doa
Bila doa mengajak Anda untuk mengambil risiko, beranilah
Tuhan akan mendukung Anda
Bila Anda merasa sedih atau menyesal, menangislah
Air mata adalah doa dari hati
Jika Anda tidak menyukai seseorang, berdoalah untuk dia
Doa mengungkapkan Tuhan yang tersembunyi
Bila Anda menerima kabar buruk, tegarlah
Doa memberi cahaya
Bila penyakit, usia, kepedihan atau kecemasan merusak konsentrasi Anda, bersantailah
Tuhan adalah seorang sahabat yang penuh pengertian
Jika doa membuat Anda menjadi pasif dan acuh tak acuh, itu bukanlah doa,
Doa sejati akan membuahkan kepedulian dan pelayanan
Gunakanlah saat-saat tenang untuk berdoa,
Ketenangan menarik Anda kepada Sang Maha Besar
Gunakanlah saat-saat ribut untuk berdoa,
Kegaduhan adalah hiruk pikuk ciptaan yang mencari Tuhan
Berdoalah bila Anda merasa kesepian,
Doa membuat Anda ditemani oleh para malaikat
Bila hidup ini terasa kejam dan tak adil, berdoalah terus,
Tuhan ada karena nya, bukan penyebabnya
Bila hati Anda terpesona di hadapan misteri, biarkanlah demikian,
Roh Tuhan sedang berdoa di dalam diri Anda
Berdoalah dalam tidurmu,
Tidurmu adalah doa dari manusia yang merasa aman dari cinta Tuhan
Berdoa adalah bernafas,
Lakukanlah dalam-dalam dan Anda akan dipenuhi oleh kehidupan

(taken from: Marthin L. Jr)
The Melody of Life

By: Emmanuel Ditia Prabowo


Di bayang wajahmu
Kutemukan kasih dan hidup
Yang lama telah aku cari
Di masa lalu….


That morning, when I was sipping a cup of lukewarm coffee, I heard a piece of “Negeri Di Awan” a song by Katon Bagaskara. I was enjoying the beautiful morning while praising God for His blessing up till now.
The sunrays heated myself and brought me to my memories and my experiences in the past. The image of my family and my friends for a moment came in front of me and smiled to me. I remembered when I was just a child. When my head was colliding with a washbasin, and my head was wounded, my parents took care of me patiently, until I recovered. I also remembered when I was playing with my friends in the stream and looked for some shrimps in the river, and after that we fried them. I felt that my life full of love. By my family, my friends and others, this love is so real.
I gulped my coffee and heard the song again….

Kau datang padaku
Kau tawarkan hati nan lugu
Selalu mencoba mengerti
hasrat dalam diri


I believe that God came to me every day in various ways. If I wish and receive Him, He will make my life full with the light of His love. In my life I hope, I can fell happy every time. But my Mom once said, “ If you never cry, you shall not know the meaning of laughter.” Sure, the heat of stove will make soup nice.
The Lord often addresses me by my sufferings and sadness. When I fall in sufferings, I claim God. Eventually I realize that my sufferings, my sadness are not torture from Him, but they are His will, His plan. When I was younger and inexperienced in the ways of grace, God gave me easier task. Then as I begin to grow up in faith, He gives me more difficult tasks, even trials. I realize because He wants me to acquire what is greatest of all. I believe that God’s Will is a good thing that he has given me. Like a blind person, I have to follow my God, more over as though he did not hear me. And on a certain times, He comes and calls me. He offers me a new life, a life that really makes me realize about my life and my vocation.
My hands was still holding that coffee, I gulped again that nice coffee. My eyes were looking at the beautiful morning. The sun was beginning visible between the white and clear cloud. My mind and my heart were flying following the blast of wind. The song still let me hear the beautiful voices….


Kau mainkan untukku
Sebuah lagu tentang Negeri Di Awan
Di mana kedamaian menjadi istananya
Dan kini tengah kau bawa aku menuju ke sana


My mind brought me to my vocation. God calls me in all of my weaknesses and all of my strengths. In the beginning, that vocation was still unclear for me. In the Seminary, I lived in the same routine every day, sometimes I felt boring.
Once upon in time, God called me with His powerful love. At that time, my classmates were climbing the mountain, called Panderman. Here, God gave me a soft touch and spirit that I got a new conviction. When I was climbing that mountain, I felt tired and afraid. That was very hard to me. Upon arriving at the top of mountain, my weariness was gone. The beautiful view overpowered my fear; I became amazed and thankful. On the top I saw the stretch of the city lamp that were sparkling, like diamonds. I felt, God really offered me a nice melody of love in my heart. I imagined if my self became one of the lamps that was shining illuminated the surroundings. Sure, I will fell happy if I can give my best rays for others. Yes, God has been addressing me with this.
I remembered my journey before I came on the top. I felt and rose again. I was tired, but I had new enthusiasm again. All of these were owing to implementation of God. At that time I realized that my vocation was like climbing a mountain. I had to reach the top that brought me in to the peace of heart and God Himself. I believed that He had brought me there.
For a moment I was silent. The song of Negeri Di Awan was still lingering….

Ternyata hatimu
Penuh dengan bahasa kasih
Yang terungkapkan dengan pasti
Dalam suka dan sedih….


I drank that coffee all down, and I still saw the beautiful morning. That coffee was gone, without any trace. But that day left behind thankfulness and peace that would be everlasting.
God calls all of us. You, they, He or She and I are called to be the light for others. Each of us shines in our own uniqueness. I realize that God’s will is very beautiful. My life today, is a life that God has made for me. He has created me in my mother’s womb. There is no regret, disappointment in my life today, only thankfulness and happiness.
I took my guitar and with thankfulness, I began putting my fingers on the strings of guitar, and followed the strains of the melody….

Kau mainkan untukku
Sebuah lagu tentang Negeri Di Awan
Di mana kedamaian menjadi istananya
Dan kini tengah kau bawa aku
Menuju ke sana……..