the fantastic four

the fantastic four
"cogito ergo sum"

Senin, 06 Desember 2010

Slumdog Millionaire

Slumdog Millionaire: Sketsa Kaum Marginal

Slumdog Milionaire adalah sebuah film dengan berlatar belakang daerah kumuh di pinggiran kota Mumbai, India. Film ini mengangkat tema kemiskinan di India yang dilengakapi dengan sebuah konflik antar agama, cinta dan kriminalitas. Kisah ini diwakili oleh pergulatan para pemuda dari kampung kumuh di Kota Mumbai, Jamal, Salim, dan Latika. Film ini menitik beratkan pada pengalaman hidup luar biasa (pahit, getir, bahagia) yang dialami Jamal. Selain itu pencarian cinta (takdir hidup) juga menjadi sorotan penting dalam film ini. Pengalaman luar bisa Jamal menunjukkan sebuah kenyatan sosial masyarakat India. Jamal adalah tokoh kunci dimana ia adalah seorang pemuda gembel jalanan tak berpendididkan. Ia berhasil memenangkan sebuah kuis terkenal Who Wants to be a Millionaire. Namun karena latar belakangnya, ia dicurigai bermain curang dan ahkirnya diinterogasi. Dari dari interogasi inilah kita akan disuguhi serangkaian adegan kilas balik sejak masa kecilnya. Dan pada ahkirnya kita akan mengetahui bahwa pengalaman hidupnya inilah yang membawanya pada kesuksesan.

Di bawah ini akan dipaparkan beberapa tinjauan sosial mengenai Film Slumdog Millionaire. Ada pun tinjauan ini akan dilihat dari segi analisa masyarakat, struktur masyarakat, serta bagaimana dinamika masyarakat yang terjadi di dalam film tersebut.

Analisa Masyarakat

Mumbai[1], yang dahulu dikenal dengan nama Bombay, adalah ibukota negara bagian Maharashtra dengan populasi sebesar 12 juta jiwa (2005). Kota ini memiliki jumlah penduduk terbanyak di India. Bersama kota-kota pinggirannya, Mumbai menjadi area metropolitan terbesar keempat di dunia dengan populasi melebihi 20 juta jiwa. Selain itu, Mumbai adalah pusat perdagangan dan hiburan di India, menjadi lokasi berbagai badan-badan keuangan penting. Kota ini menarik imigran karena memiliki peluang bisnis yang besar dan taraf hidup yang tinggi. Bollywood, pusat perfilman India, juga terletak di kota ini.

Namun dalam film tersebut, Mumbai tidak digambarkan sebagai kota yang mewah dan indah. Film ini mencoba melihat sisi lain dari pinggiran kota Mumbai. Realitas kemiskinan sangat ditonjolkan dalam film ini. Sebuah realitas kehidupan yang jauh dari kemewahan, pendidikan tinggi, kebahagiaan, dan kesejahteraan sangat mendominasi cerita ini.

Dari segi analisa sosial-ekonomi masyarakatnya, kota Mumbai seperti menampilkan dua sisi mata koin yang saling berdampingan dan bertolak belakang, yaitu kemiskinan dan kemakmuran. Dalam film ini lebih banyak ditonjolkan sisi kemiskinannya. Kemiskinan ini mengambil bentuk dalam banyak hal, diantaranya perkampungan kumuh, mentalitas masyarakat yang rendah, serta kriminalitas yang tinggi. Hal ini banyak ditunjukkan dalam kisah masa kecil Salim dan kawan-kawan. Sehubungan dengan itu, kemiskinan di sini sangat berdampingan erat dengan kemewahan, sehingga masyarakat yang miskin berusaha mencapai taraf hidup yang lebih baik dengan mencari pekerjaan di kota.

Dari segi budaya dan agamanya, kita tahu bahwa sebagian besar penduduk India adalah umat Hindu. Hampir seluruh budaya di India dipengaruhi oleh budaya Hindu. Namun dalam film ini, kita juga disuguhi realita pluralisme agama yang ada di India. Dari sini kita juga mengetahui bahwa ternyata di India pernah terjadi pembantaian kaum muslim. Dengan jumlah penduduk yang padat dan majemuk, tak heran jika banyak konflik, pertikaian, dan deskriminasi sosial menjadi hal yang tak terelakkan lagi. Hal ini dapat dilihat dari kenyataan bahwa semakin banyak jumlah penduduk yang tidak diimbangi dengan kebutuhan fisik, maka yang terjadi adalah ketidakadilan.

Struktur Masyarakat

Di dalam sebuah masyarakat terdapat interaksi atau hubungan yang terpola secara kurang lebih tetap antara institusi sosial, hal inilah yang dinamakan struktur sosial[2]. Film Slumdog Millionaire menunjukkan sebuah realita interaksi kaum marginal dan kaum kapital. Dalam film ini ditampilkan kisah penindasan dan ketidakpercayaan terhadap orang-orang miskin dan terpinggirkan. Jamal sebagai seorang pemuda dari kampung kumuh yang berhasil memenagkan kuis Who wants to be a Millionaire dicurigai bermain curang dalam permainannya. Hal ini mengakibatkan ia diperiksa dan mendapat siksaan fisik. Sebuah fenomena tragis, dimana kaum marginal seakan tak layak untuk memperoleh sebuah kebahagiaan.

Gambaran masyarakat seperti itu menunjukkan sebuah jurang yang menganga dalam struktur masyarakat India. Betapa tidak, ambil contoh saja pihak kepolisian, yang seharusnya menegakkan keadilan, malahan memperlakukan Jamal dengan sadis. Hal ini menunjukkan bagaimana struktur masyarakat kelas atas sangat memiliki kuasa untuk menindas struktur di bawahnya. Tidak hanya soal kuasa ekonomi, kekuasaan agama pun menjadi salah satu bentuk penindasan dalam struktur masyarakat.

Bila melihat latar belakang budaya India yang sebagian besar berbudaya Hindu, maka seharusnya tingkat kasta-lah yang menentukan struktur masyarakatnya. Namun dalam film ini, sistem kasta tidak begitu ditampakkan. Hal lain yang dapat dikatakan sebagai struktur masyarakat nampak dalam kelas-kelas sosial, yaitu kelas bawah, menengah dan atas. Kelas bawah nampak dalam kehidupan Jamal, Salim, Latika, dan kawan-kawan di perkampungan kumuh dengan segala kesusahannya. Kelas menangah tidak begitu ditonjolkan, mungkin hanya terwakili oleh Maman dan kelompoknya yang berusaha memperdaya anak-anak kecil untuk mencari uang. Masyarakat kelas atas ditunjukkan dengan gemerlapnya pusat kota Mumbai dengan segala perangkat pemerintahannya. Dari sini dapat dilihat bahwa pluralitas sosial mengakibatkan munculnya sebuah struktur masyarakat yang memiliki dinamikanya masing-masing dan tetap terkait satu sama lain.

Dinamika Masyarakat

Film Slumdog Millionaire merupakan sebuah sketsa kehidupan kaum marginal di salah satu sudut India. Dalam beberapa waktu terahkir ini kita sering disuguhi oleh gemerlapnya kota-kota India dalam film-film garapan Bollywood. Banyak keindahan yang ditawarkan mulai dari tempat-tempat mewah hingga bintang film-bintang film cantik dan seksi. Bila melihat semuanya itu kita seakan melihat India yang begitu mempesona. Namun, hal ini tidak terjadi dalam film Slumdog Millionaire. Di dalam film ini sepertinya mau menampilkan sisi asli dari India yang begitu memprihatinkan.

Dinamika masyarakat yang terlihat dalam film tersebut, dari segi ekonomi, menunjukkan adanya sebuah ekonomi kapitalis; yang kaya semakin kaya. Dengan kata lain kemajuan perekonomian tidak secara merata dinikmati rakyat. Hal ini mengakibatkan pergerakan kaum marginal untuk meraih taraf hidup yang lebih baik dengan mencoba mengadu nasib di kota. Dalam film ini, tokoh Jamal memang tidak hanya sekedar mengejar ekonomi yang lebih baik, tetapi juga demi cinta dan takdir hidupnya. Namun secara garis besar nampak bahwa kaum miskin yang terpinggirkan akan selalu berusaha memperbaiki hidupnya. Kriminalitas, juga nampak dominan di kalangan masyarakat marginal. Betapa tidak, segala cara dapat dilakukan demi mencari kepuasan fisik, termasuk kekerasan. Inilah salah satu konsekuensi dari pertumbuhan ekonomi yang tidak merata. Bisa jadi manusia memangsa sesamanya (homo homini lupus) guna mencari kepuasan diri.

Dinamika kemiskinan dalam film ini adalah dilihat dari sudut pandang sutradara Danny Boyle, seorang Inggris. Kemiskinan yang ditampilkan dalam film ini merupakan hal biasa dalam masyarakat India, tetapi tidak demikian yang terjadi di Eropa. Film ini sempat menimbulkan kontroversi masyarakat India sendiri dimana film ini dikhawatirkan berpotensi melecehkan kaum marginal. Namun di sisi lain film ini menunjukkan “the real India”.

Penutup

Slumdog Millionaire menampilkan sebuah realita kehidupan masyarakat marginal. Dikemas dalam tema kemiskinan hingga cinta, film ini menawarkan sebuah bentuk pluralisme sosial yang terjadi di dalam sebuah masyarakat. Guratan kemiskinan, korupsi, pengemis, kesemerawutan masyarakat menjadi sorotan utama dalam kisahnya. Hal ini juga perlu menjadi refleksi bagi beberapa negara berkembang seperti halnya Indonesia. Bagaimana kita melihat realita kemiskinan di sekitar kita? Selain itu perlu juga dilihat apakah masyarakat masih mempunyai makna ketika pluralisme sosial, budaya dan ekonomi menjadi sajian sehari-hari.



[1] Data ini diambil dari Wikipedia, diakses pada tanggal 24 September 2009, pkl. 20.00

[2] Sad Budianto, Diktat Kuliah Pengantar Sosiologi I, Malang: STFT Widya Sasana:1997, hlm. 40

Tidak ada komentar: