the fantastic four

the fantastic four
"cogito ergo sum"

Senin, 06 Desember 2010

Berlayar di Tengah Ombak

Berlayar di Tengah Ombak

(Menilik Keterlibatan Sosial Gereja di dalam Dunia)

Oleh: Ditia Prabowo (07.09042.000022)

Dunia adalah panggung hidup manusia. Di dalamnya terdapat beraneka macam pentas pergulatan manusia untuk mencari tujuan hidupnya. Dalam usahanya menemukan jawaban atas pencarian tujuan hidupnya, manusia tidak berjuang sendirian. Dalam Kitab Suci ditegaskan bahwa Allah tidak menciptakan manusia sendirian. Hal ini menunjukkan baha hakekat manusia adalah sebagai mahkluk sosial. Manusia berelasi dengan sesamanya, alam, dan dirinya sendiri untuk bersama-sama menuju Sang Sumber Kehidupan. Konsekuensinya, hidup manusia akan mengalami benturan-benturan dalam proses berelasi ini dan yang terjadi adalah munculnya permasalahan-permasalahan sosial.

Gereja hadir di tengah-tengah dunia dan menjadi bagian dari dunia. Sebagai bagian dari dunia, Gereja turut serta membantu umat manusia seluruhnya untuk sampai pada tujuan hidupnya. Berada di tengah dunia berarti, mau tak mau, Gereja harus berhadapan dengan permasalahan sosial sebagai konsekuensi hidup manusia. dalam mengemban misinya, Gereja perlu berdialog terus menerus dengan dunia supaya Kerajaan Allah dapat dinyatakan dan dirasakan pula di dunia ini. Dunia terus berkembang dan Gereja sebagai persekutuan umat Allah harus bisa menjadi bahtera yang siap mengarungi derasnya arus jaman.

Gereja dan dunia adalah suatu persekutuan yang tak mungkin dipisahkan keberadaannya. Bagaikan dua sisi dalam sekeping uang logam, keduanya akan terus berkolaborasi menwujudkan sebuah kebaikan bersama (bonum comunae). Gereja mempunyai misi seperti yang telah diajarkan Yesus sendiri yaitu mewartakan Kabar Gembira ke seluruh dunia, terlebih kepada mereka yang miskin dan terpinggirkan. Keberpihakan kepada orang yang kecil (option for the poor) menjadi bagian penting dalam misi Gereja di dunia. Gereja berusaha mengajak umat manusia untuk mematuhi panggilan mereka sebagai pelayan bagi sesama. Keterlibatan sosial Gereja inilah yang menjadikan Gereja dan dunia sebagai agen Kerajaan Allah.

Perlu diingat pula bahwa keduanya, baik Gereja maupun dunia, dalam menghadapi permasalahan sosial perlu melihat pula fenomena-fenomena yang terjadi di dalamnya, terutama di jaman modern seperti ini. Tak dapat dipungkiri bahwa dunia modern telah mencapai prestasi yang mengagumkan, tetapi juga di sisi lain telah kehilangan kepekaannya terhadap realitas dan kehidupan itu sendiri (RM 2). Dapat dilihat dalam dunia ini ada sebuah paradoks, yaitu manusia berusaha mencapai taraf hidupnya yang lebih baik, tetapi usaha itu disisipi oleh kekuatan-kekuatan yang sifatnya dapat memecah belah. Hal ini nampak dalam usaha perlombaan senjata, ketidak adilan ekonomi, dan keterasingan masyarakat. Permasalahan-permasalahan sosial seperti ini yang perlu menjadi perhatian bersama.

Tak usah jauh-jauh melihat contoh konkret permasalahan sosial yang terjadi. Lihat saja di sekeliling kita, kemiskinan terjadi dimana-mana. Perkampungan kumuh telah menjamur di beberapa daerah, pengemis dan anak jalanan semakin banyak, buruh pabrik yang begitu banyak tak mendapat hak yang layak, dan masih banyak lagi permasalahan lainnya. Perlu pula kita perhatikan bahwa di balik kemiskinan yang terjadi itu, banyak pula masyarakat yang hidup dengan bergelimangan harta dan hidup mewah. Seakan kita melihat dua dunia yang berbeda sama sekali. Perkampunga kumuh berhimpitan dengan mal-mal dan gedung pencakar langit lainnya, para pengemis yang duduk di pinggir jalan hanya bisa melambai hampa kepada seseorang yang berada di dalam sebuah mobil BMW. Dari sinilah permasalahan soaial muncul, yaitu adanya jurang pemisah anatara yang kaya dengan yang miskin. Yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin.

Dalam sebuah film yang berjudul “The Rulers of the New World”, kita dapat melihat fenomena besar yang terjadi di tanah air Indonesia. Sayangnya, fenomena yang disuguhkan ini tidak secara langsung berasal dari garapan anak bangsa. Pihak asing, terutama Inggrislah, yang malahan meneliti dan mencari akar permasalahan sosial di dalam negeri. Walupaun begitu, hal ini cukup membantu kita semua untuk mengerti bagaimana Negara ini memiliki sebuah permasalahan sosial yang rumit. Hal ini pula berguna bagi Gereja untuk menterjemahkan nilai-nilai Injil di dunia ini.

Film tersebut mengetengahkan beberapa persoalan sosial diantaranya perjuangan kaum buruh. Persoalan ini terkait pula dengan masalah politik, kekusaan, ekonomi, dan pendidikan. Kaum buruh digambarkan sebagai kaum marginal. Begitu banyak para buruh yang dipekerjakan dengan tidak mendapatkan hak yang sepantasnya. Mereka hanya menjadi “budak” produk-produk ternama kelas dunia. mereka telah teralienasi dari dirinya sendiri dan dari pekerjaanya. Kesadaran palsu ditanamkan oleh para penguasa modal kepada mereka guna kepentingan beberapa kelompok. Peran penguasa negara juga berpengaruh atas hidup mereka.

Selama pemerintahan orde baru, secara ekonomis Indonesia merupakan penganut kapitalis yang sangat fanatik. Namun, sekaligus di bidang politik, Indonesia sebenarnya adalah penganut sistem totaliter yang hampir mirip (serupa tapi tak sama) dengan apa yang dikembangkan oleh negara komunis. Usaha untuk membuat negara lebih baik ternyata diboncengi oleh praktik-praktik penguasaan diri. Alhasil, konsekuensinya yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Mereka yang miskin, termasuk kaum buruh, telah terperangkap dalam lingkaran setan kemiskinan. Pinjaman-pinjaman luar negeri yang tak dilunasi negara harus dibayar oleh mereka dan keturunan mereka dengan tenaga dan kerja yang keras. Di sisi lain para pemegang modal tinggal menikmati hasil kerja mereka. Semakin mereka menikmati produk-produk ternama, semakin banyak produk tersebut diproduksi, dan semakin sengsara pula para buruh, dengan gaji yang tidak sesuai, harus bekerja mati-matian hanya untuk mencari sesuap nasi bagi dirinya dan keluarganya.

Fenomena-fenomena seperti inilah yang menjadi perhatian dunia sekarang, termasuk Gereja di dalamnya. Gereja sebagai bahtera harus siap berlayar di tengah ombak dunia yang begitu deras. Melalui Keterlibatan Sosial Gereja inilah yang sebenarnya dapat menjadi tumpuan perjuangan yang kokoh untuk mengahadapi fenomena-fenomena yang terjadi di dunia.

Tidak ada komentar: