the fantastic four

the fantastic four
"cogito ergo sum"

Senin, 06 Desember 2010

Teologi Moral Katolik

Analisis Moral Kristiani dalam Perbuatan Konkret
(Tinjauan moral berdasarkan kasus yang dihadapi Suciati)


Pengantar
Dalam hidupnya manusia selalu dihadapkan pada persoalan. Di dalam persoalan itu selalu mengandung pilihan. Pilihan-pilihan itu sering menuntut sebuah tindakan guna menentukan keputusan atas pilihannya itu. Manusia dikarunia kehendak bebas untuk menentukan hidupnya di dunia. Artinya, manusia memiliki kebebasan di dalam menentukan arah hidupnya, yaitu atau berpihak pada Allah atau menghindar dari Allah. Karunia ini diberikan kepada manusia sebagai tugasnya untuk mewujudkan diri atau memenuhi panggilan Tuhan untuk menjawab cinta kasihNya. Seluruh tindakan manusia pada dasarnya mengarah pada hal ini. Inilah yang kiranya yang menjadi dasar dari pemahaman Teologi Moral.
Gambaran hidup manusia yang penuh dengan persoalan dapat dilihat dalam kasus yang dihadapi oleh Suciati. Dalam hal ini Suciati dihadapkan pada berbagai masalah kehidupannya. Persoalan awal yang muncul adalah lilitan ekonomi keluarganya di desa. Hal ini membuatnya memilih untuk mengadu nasib di kota, dan bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Persoalan tidak berhenti ketika ia sudah mendapat pekerjaan. Satu per satu cobaan selalu datang menghampirinya. Ia mendapat kabar bahwa ibunya di desa kecelakaan, dan butuh perawatan. Maka ia mencoba meminjam uang majikannya, dan hal itu langsung diberikan kepadanya.
Masalah satu selesai, datanglah masalah yang lain. Ia selalu dapat mengatasinya berkat pertolongan dari majikannya, terutama dalam hal ekonomi. Hingga pada akhirnya, ia mendapat persoalan yang baginya sangat rumit dan pelik. Saat ia kembali membutuhkan uang, guna pengobatan operasi ibunya ia memohon kepada majikannya untuk membantu. Namun yang mengejutkan, majikannya memberikan persyaratan. Permintaannya akan dikabulkan bila Suciati mau meniduri majikan laki-lakinya. Hal ini diminta karena majikan perempuannya ingin mengganti rugi kepada suaminya, yaitu bahwa pada waktu menikah dulu ia sudah tidak perawan lagi. Persoalan ini sangat berat, mengingat ia harus mengorbankan keperwanannya demi ibunya. Ia adalah seorang katolik, selain itu ia juga memiliki pacar yang masih menunggu di desa. Pertimbangan-demi pertimbangan ia lakukan, ahkirnya ia menyetujui persyaratan itu dan ibunya pun selamat. Meskipun demikian, dalam dirinya selalu timbul kegelisahan dan rasa berdosa, karena telah melanggar perintah Tuhan. Inilah salah satu bentuk persoalan hidup.
Tulisan ini hendak mengetengahkan persoalan yang ada di atas. Kasus yang dialami oleh Suciati itu akan dibahas dalam kaitannya dengan Teologi Moral Katolik. Berpijak dari kasus tersebut akan dianalisis tindakan-tindakan yang diambil oleh Suciati. Apakah keputusan yang diambil tersebut dapat dibenarkan atau ditolelir, ataukah tindakan itu dapat dikatakan sebagai tindakan tak bermoral? Hal-hal ini akan dianalisis dengan menggunakan cara penilaian moral terhadap kasus konkret.

Pratinjau Kasus
Sebelum menganalisis dengan lebih jauh terhadap kasus di atas, kita akan melihat dahulu hal-hal apa saja yang berkaitan dengan prinsip-prinsip moral dalam kasus tersebut. Pada bagian ini belum dibahas secara mendalam tentang analisa kasusnya, hanya menampilkan secara menyeluruh hal-hal yang berkaitan dengan pembahasan dalam Teologi Moral Katolik.
Dalam menilai sebuah kasus konkret, kita harus melihatnya sebagai sebuah keseluruhan dari tindakan itu. Artinya bahwa perbuatan itu tidak dapat hanya dilihat dalam satu hal saja. Namun dalam pengambilan keputusan dalam memberikan penilaian moral, harus dilihat pula hal-hal yang menyertai munculnya tindakan itu.
Bila melihat kasus di atas, jelas bahwa yang menjadi pelaku utama adalah Suciati. Persoalan serta pilihan-pilihan yang dihadapi Suciati tersebut, di satu sisi memang mampu menentukan orientasi hidupnya mendatang (optio fundamentalis) dalam inti pribadinya, tetapi di sisi yang lain juga berada dalam dan terbatas oleh aneka warna kondisi lingkungan di sekitarnya (halangan-halangan perbuatan susila /actus moralis). Berkaitan dengan orientasi hidupnya ke depan, ia memiliki pilihan, atau tetap perawan, ibunya tidak tertolong tetapi ia taat pada perintah Tuhan, atau tidak perawan dan ibunya selamat, tetapi dia melanggar perintah Tuhan.
Dari sini, kita dapat mengetahui bahwa dalam kaitannya dengan pembahasan Teologi Moral, penilaian-penilaian susila yang sangat kompleks tersebut menuntut kita untuk memperhatikan macam-macam faktor dan penyorotan dari berbagai sudut, terutama segi personal. Dalam penilaian moral, segi personal ini mendapat tempat yang amat vital, karena individu atau person ini merupakan syarat utama untuk kesusilaan perbuatan . Berawal dari pra-tinjauan kasus ini, dapat dilihat apa saja yang akan digunakan dalam menganalisis kasus ini. Sehingga dalam menganalisa kasus ini, kita tidak hanya berbicara dari sudut persoalan itu saja, melainkan juga dari sudut prinsip-prinsip penilaian moral yang diajukan.

Tinjauan Moral terhadap Kasus Suciati
Seperti telah disinggung di atas, dalam menilai sebuah perbuatan konkret, perbuatan itu harus dilihat secara keseluruhan. Banyak hal yang dapat dilihat dari contoh kasus Suciati ini. Pada pembahasan kali ini, akan dipaparkan sebuah analisis perbuatan, dilihat dari prinsip-prinsip penilaian moral, secara khusus dalam penyelesaian secara tradisional.

1. Suciati dan Optio Fundamentalisnya
Optio fundamentalis ini menunjuk pada pilihan dasar atau sikap dasar manusia. Allah mengundang setiap manusia untuk menanggapi dan membalas cintaNya. Allah adalah tujuan terahkir serta kebaikan tertinggi. Oleh karena itu manusia harus menentukan sikapnya di hadapan Allah. Pilihan dasar itu terjadi dari dalam lubuk hati pribadi manusia dan berkisar pada Allah, tujuan terahkir serta KebaikanTertinggi, dan seharusnya tercetus dalam perbuatan susila . Namun perlu diketahui bahwa perbuatan-perbuatan susila tidak selalu mencerminkan pilihan dasar.
Dalam kasus Suciati ini, yang menjadi optio fundamentalisnya adalah menyelamatkan nyawa seseorang, yaitu ibunya sendiri. Namun perbuatan susila yang muncul dari optio fundamentalis ini adalah perbuatan yang buruk, yaitu melakukan persetubuhan dengan majikannya. Bila dilihat memang perbuatan bersetubuh ini bukan merupakan cerminan dari pilihan dasarnya. Pilihan dasar dari Suciati pada dasarnya adalah baik. Hal ini juga didukung bahwa ia adalah seorang Katolik yang suci dan rajin berdoa. Dapat diandaikan bahwa setiap pilihan dasar yang diambilnya selalu mengarah pada Allah.


2. Tindakan Suciati dilihat sebagai Actus Humanus
Sebelum mengkaji hal ini, perlu kita ketahui apa itu actus Humanus. Dalam pembicaraan mengenai perbuatan susila, kita tidak dapat hanya mengatakan perbuatan ini baik atau bersusila, melainkan kita juga berbicara mengenai perbuatan yang buruk atau tidak bersusila. Perbuatan susila ialah perbuatan yang dilakukan oleh manusia sejauh ia berkehendak bebas dan mengetahui norma moral . Dalam hal ini bila suatu perbuatan dilakukan dengan kehendak bebas, perbuatan tersebut disebut sebagai actus humanus. Berkebalikan dengan hal ini, sejauh perbuatan itu dilakukan oleh manusia dengan tidak menggunakan kehendak bebasnya. Perbuatan semacam ini disebut sebagai actus hominis. Perbuatan ini timbul dengan tidak disertai oleh peran akal budi, tanpa perhatian yang cermat dan terkesan mendadak, dan terjadi karena paksaan atau tekanan dari dalam dan luar dirinya . Hal semacam ini tidak dapat dinilai melalui prinsip-prinsip moral.
Dalam melihat actus humanus itu sendiri, kita juga harus melihat apa syaratnya dan apa saja halangannya. Sebagai syarat dari actus humanus tersebut adalah tahu, mau secara bebas dan mampu. Tahu di sini adalah pengetahuan tentang pelaksanaan perbuatan, obyek yang dilakukannya, serta pengetahuan akan norma-norma moral perbuatan tersebut .
Bila dilihat dalam kasus Suciati, dapat kita ketahui secara langsung bahwa perbuatan yang dilakukannya adalah dengan penuh kesadaran dan disertai dengan kehendak bebasnya. Ia tidak melakukan perbuatan-perbuatannya dengan pikiran kosong. Ia sungguh sadar dan telah mempertimbangkan apa saja yang akan terjadi berkaitan dengan keputusan-keputusan yang akan diambilnya. Sebagai contoh ketika ia hendak meminjam uang kepada majikannya untuk pertama kalinya, walaupun ia belum kenal betul dengan majikannya. Ia mempertimbangkan dengan sadar dan bebas untuk memberanikan diri datang kepada majikan untuk minta bantuan demi kesehatan ibunya. Hal lain lagi yang paling gampang dilihat adalah ketika ia menerima tawaran untuk bersetubuh dengan majikan laki-lakinya. Jelas hal ini tidak terjadi karena nafsu semata. Hal ini dilakukan demi menolong ibunya. Ia juga telah mempertimbangkan konsekuensi apa saja yang akan terjadi ketika dia menerima atau menolak tawaran itu.
Ia tahu bahwa melakukan hubungan badan dengan orang lain yang sudah menikah adalah hal yang dilarang dalam agamanya (Katolik). Ia tahu pula bahwa bila ia menerima pilihan itu ia akan kehilangan keperawanannya, tetapi itu akan menolong nyawa ibunya. Dan ia tahu pula bahwa bila tawaran itu tidak dipilih maka ia akan tetap perawan, tetapi nyawa ibunya tidak akan segera tertolong. Dalam hal ini, ia melakukan perbuatan ini juga karena ia berada pada posisi yang sedang tertekan. Ia sedang mengalami dilema. Sebagai anak pertama ia harus menanggung beban keluarga, selain itu juga dari pihak majikan yang memberikan ancaman. Meskipun demikian, dapat kita lihat sekali lagi bahwa perbuatan Suciati ini adalah perbuatan yang dilakukan dengan kehendak bebas. Hal ini penting dilihat di awal karena akan menentukan apakah perbuatan ini termasuk dalam prinsip penilaian moral atau tidak. Dalam hal ini, jelas bahwa perbuatan Suciati dapat dilihat dalam prinsip‘prinsip penilaian moral.

3. Sumber Moralitas Perbuatan Suciati
Bila dilihat, perbuatan yang dilakukan oleh Suciati ini adalah sebuah perbuatan konkret. Seperti telah disinggung di atas bahwa dalam menilai sebua perbuatan konkret, kita harus melihatnya dalam keseluruhannya. Artinya bahwa suatu peristiwa itu selalu muncul dan tersusun oleh unsur-unsur yang menyebabkan perbuatan itu.
Salah satu unsur yang harus dilihat adalah obyeknya. Secara direk, obyek perbuatan Suciati dalam menerima tawaran majikannya adalah melakukan hubungan setubuh dengan orang lain yang telah menikah, dengan kata lain ia melakukan zina. Namun dalam melihat obyek ini kita juga harus mengaitkannya dengan unsur-unsur lain. Hal ini dapat kita lihat dalam kaitannya dengan maksusd (finis operantis). Obyek tindakan manusiawi adalah akibat yang dihasilkan secara langsung oleh suatu tindakan (finis operis) . Dalam kasus Suciati ini, obyek yang lebih luas dari perbuatannya adalah menyelamatkan nyawa orang lain, dalam hal ini ibunya sendiri. Inilah yang juga menjadi unsur lainnya, yaitu maksud dari perbuatan itu dilakukan. Jadi maksud dari perbuatan ini juga sekaligus menjelaskan obyek perbuatan itu secara lebih luas.
Unsur berikutnya yang dapat dilihat adalah mengenai keadaan dari perbuatan itu sendiri. Keadaan ini dimaksudkan adalah sebuah konteks tindakan manusia konkret, yang tidak mesti terikat oleh obyeknya . Dalam melihat keadaan dari perbuatan konkret tersebut, kita akan menguraikan beberapa hal yang terkait dengan konteks perbuatan itu. Pertama adalah siapa pelakunya. Dalam kasus Suciati, pelakunya sudah jelas, yaitu Suciati. Kedua adalah apa obyek perbuatannya. Perbuatan yang dilakukan oleh Suciati adalah bersetubuh dengan majikan laki-lakinya. Ketiga, di mana perbuatan itu dilakukan. Berkaitan dengan kasus Suciati ini tempat perbuatan itu adalah di rumah majikannya. Keempat, dengan apa perbuatan itu dilakukan. Untuk hal ini tidak disebutkan dalam kasus Suciati. Kelima adalah mengapa atau untuk apa perbuatan itu dilakukan. Suciati rela melakukan perbuatan ini karena ia mempunyai keinginan untuk menyelamatkan nyawa ibunya Baginya, cara inilah yang dapat segera menolong ibunya, karena dengan ini majikannya akan segera memberikan bantuan ekonomi. Hal berikutnya berkaitan dengan bagaimana perbuatan itu dilakukan. Dalam kasus ini tidak dijelaskan bagaimana perbuatan dilakukan. Hal terahkir yaitu mengenai bilamana perbuatan itu dilakukan. Perbuatan yang dilakukan Suciati ini hanya dilakukan satu kali. Artinya hanya dalam usaha untuk mendapatkan pertolongan demi keselamatan ibunya.

4. Perbuatan Suciati dilihat sebagai Voluntarium Indirectum
Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap tindakan manusia itu selalu mengandung dampak. Sering kita temui dimana sebuah perbuatan yang bermaksud baik dapat menimbulkan akibat yang buruk. Persoalan inilah yang kiranya juga dihadapi oleh Suciati. Perbuatan yang dihadapi suciatiini pada dasarnya menimbulkan akibat ganda. Akibat itu dapat kita sebut sebagai akibat positif dan akibat negatif. Akibat positifnya ialah bahwa nyawa ibunya tertolong, dan akibat negatifnya ialah bahwa ia kehilangan kesuciannya.
Pada bagian ini akan ditinjau mengenai kasus Suciati berkaitan dengan perbuatanya yang berakibat ganda. Menurut pemikiran teologi moral, terlebih dalam pemecahan tradisionalnya, seseorang boleh melakukan perbuatan dengan akibat ganda (positif dan negatif), apabila memenuhi persyaratan yan ada. Persyaratan itu antara lain; perbuatan itu harus “in se” baik atau indifferen; kemudian dampak buruk yang timbul oleh suatu tindakan, bukanlah maksud si pelaku tindakan (di luar maksud). Selain itu juga bahwa dampak positif yang dikehendaki harus (sama-sama) langsung keluar dari perbuatan itu seperti akibat negatif, dan yang terahkir alasan munculnya kejahatan harus proporsional (berat).
Dalam kaitannya dengan kasus Suciati, dapat dikatakan juga bahwa perbuatannya sebagai voluntarium indirectum dapat dibenarkan. Hal ini dapat dilihat dalam penjelasan berikut ini. Pertama, berkaitan dengan perbuatan itu harus “in se” baik atau indifferen. Artinya bahwa perbuatan itu tidak mengandung maksud suatu niat jahat. Perbuatan yang dilakukan Suciati jelas memenuhi syarat ini. Dalam hal ini, tindakannya mengorbankan keperawanan diri ditujukan sepenuhnya untuk menyelamatkan nyawa ibunya. Dari sini kita tidak boleh tergesa-geasa mengambil penilaian moral terhadap suatu tindakan. Dalam hal ini, perbuatan Suciati ini tidak dapat dikatakan begitu saja sebagai suatu tindakan asusila yang berat. Maksud atau intensi dari tindakan ini juga perlu diperhatikan untuk berpijak dalam memberikan penilaian yang objektif dan mendalam.
Kedua, berkaitan dengan dampak buruk yang timbul oleh suatu tindakan, bukanlah maksud si pelaku tindakan (di luar maksud). Dengan sendirinya syarat kedua ini telah terpenuhi karena akibat negatif yang keluar dari perbuatan Suciati bukanlah maksudnya sendiri. Ia hanya memaksudkan keselamatan nyawa ibunya. Ia tidak memaksudkan perbuatannya itu untuk kesenangan dirinya. Dalam hal ini kita juga perlu mengetahui bahwa perbuatan ini muncul juga karena ada tekanan dari pihak luar maupun pihak dalam. Dari pihak luar jelas, yaitu ancaman dari majikannya, sedangkan tekanan dari dalam adalah tanggung jawabnya sebagai anak pertama dalam mengurus keluarga.
Ketiga, dampak positif tidak terjadi melalui dampak buruk. Dari perbuatan Suciati ini kita melihat bahwa dampak positif, yaitu nyawa ibunya berhasil diselamatkan, keluar ber sama-sama langsung dengan dampak negatifnya, dalam hal ini kesuciannya ternoda.
Keempat, alasan munculnya kejahatan harus proporsional (berat). Hal ini mensyaratkan bahwa tidak ada jalan lain untuk mencapai akibat positif yang dituju. Bila kita tinjau dari kasus Suciati ini, dalam arti tertentu ia sedang berada dalam disposisi lemah karena tertekan oleh keadaan-keadaan di sekitarnya maupun di dalam dirinya sendiri. Ia juga diancam untuk tidak dibiarkan pergi dari rumah sebelum membereskan hutang-hutangnya. Dari keadaan ini dapat disimpulkan bahwa kemungkinan bagi Suciati untuk menemukan jalan keluar lain guna mencapai akibat positif yang dituju itu sangat kecil. Bahkan dapat dikatakan tak ada lagi jalan keluar lainnya, mengingat ia tidak punya kenalan atau kerabat di kota. Ia hanya dapat menggantungkan pertolongan dari majikannya itu.

Kesimpulan
Persoalan yang dihadapi Suciati adalah sebuah persoalan yang begitu kompleks. Bila persoalan-persoalan tersebut dilihat dari sudut pandang moral, kita harus melihatnya sebagai sebuah keseluruhan. Kita tidak dapat melihat persoalan yang terjadi atas Suciati ini hanya dalam satu hal saja. Hal ini nantinya berkaitan dengan penilain terhadap perbuatan-perbuatan yang muncul akibat persoalan tersebut. Apakah perbuatan itu dapat dipertanggungjawabkan secara moral atau tidak.
Berkaitan dengan itu, setelah melihat serta menganalisis kasus yang dihadapi Suciati di atas kita dapat menarik beberapa kesimpulan tentang perbuatan yang dilakukannya. Secara umum perbuatan Suciati ini dapat dipertanggung jawabkan secara moral. Perbuatan yang dilakukan Suciati berkaitan dengan merelakan kesuciannya demi menyelamatkan nyawa ibunya itu dapat dibenarkan secara moral dan hal ini dapat ditolelir dengan melihat beberapa hal.
Pertama, dilihat dari maksud dasar ia melakukan hal ini adalah demi keselamatan nyawa ibunya. Ia tidak memaksudkan perbuatannya itu pertamat-tama untuk kesenangannya sendiri. Hal ini juga berkaitan dengan optio fundamentalis yang dimiliki oleh Suciati sendiri. Pilihan dasarnya adalah menyelamatkan nyawa. Kedua, kita dapat melihat bahwa perbuatan yang dilakukan oleh Suciati ini juga terdesak, terpaksa dan tertekan oleh situasi di sekitarnya. Ia tidak memiliki pilihan lain lagi kecuali menggantungkan pertolongan kepada majikannya itu. Ketiga, kehendak yang dimiliki Suciati tidak bersifat direk, tetapi indirek. Ia tidak secara langsung ingin bersetubuh tetapi hal itu dilakukan karena ada alasan lain, yaitu untuk menyelamatkan nyawa ibunya. Jadi hal ini juga berkaitan dengan maksud perbuatan itu. Keempat, dapat dilihat bahwa akibat baik dari perbuatan itu muncul bersama-sama dengan akibat buruknya. Jadi akibat dia bersetubuh dengan majikannya adalah bahwa nyawa ibunya selamat sekaligus ia kehilangan keperawanannya.
Dari sini kesimpulan ini kita tahu bahwa perbuatan Suciati ini tidak dapat dinilai sebagai perbuatan yang melanggar norma susila belaka. Perbuatannya harus dilihat dalam keseluruhan kasus itu. Kasus Suciati ini dapat dibenarkan dan ditoleril dengan melihat prinsip-prinsip penilaian perbuatan konkret dalam teologi moral, seperti yang telah diuraikan di atas.


Usulan
Usulan yang dapat saya berikan bila Suciati datang kepada saya sebelum ia memutuskan memilih tawaran itu adalah menyuruhnya untuk memperbincangkan kembali tawaran itu dengan majikannya. Hal ini bertujuan untuk menjelaskan apa yang menjadi persoalan dan keberatannya. Mungkin dengan membicarakannya kembali, ia akan mendapat tawaran lain yang lebih dapat diterimanya. Namun bila majikannya tetap tidak mau tahu atas persoalan yang dihadapi Suciati, saya akan mencoba membawa Suciati ke Gereja Katolik setempat. Saya akan mencoba mempertemukannya kepada Pastor paroki, agar Suciati dapat mengkonsultasikan persoalannya. Siapa tahu Pastor Paroki akan memberikan solusi yang tepat demi kebaikannya.






Sumber Penunjang:

• Chang, William, Pengantar Teologi Moral, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2005.
• Go, Piet, Diktat Kuliah Teologi Moral Fundamental, Malang: STFT WidyaSasana, 2003.
• Peschke, Karl Heinz SVD, Etika Kristiani: Jilid I: Pendasaran Teologi Moral, Maumere: Penerbit Ledalero, 2003.

Tidak ada komentar: